“Pada akhirnya sejalan dengan jiwa
keprajuritan yang akan terus melekat erat apa bila republik ini memanggil dan
rakyat menghendaki tentunya dengan semangat patriotisme saya akan selalu siap
saya akan selalu siap memberikan yang terbaik untuk NKRI yang sangat saya
cintai. Memberikan bakti sepenuh hati dengan semangat tak kenal menyerah hingga
tiba saatnya nanti panggilan ilahi” (dalam akun Istagram @nurmantyo_gatot)
Pesan diatas disampaikan tepat dihari sang Jendral
Gatot Nurmantyo dinyatakan purna baktinya sebagai prajurit TNI melaui akun
istagram. Diakhir pesan ditambahkan tiga tanda pagar #gatotnurmantyo #satukanhatiuntukindonesia
#jagaindonesia. Seakan memberikan sebuah pesan, bahwa perjuangan Sang Jenderal untuk
NKRI belum selesai. Dengan dinyatakan purnawirawan, memberikan keluasan bagi
sang Jenderal untuk memilih jalan hidup dunia pengabdian diluar karir
keprajuritan. Jenderal (purn) Gatot terhitung April 2018 menjadi masyarakat
sipil biasa, memungkinkan untuk mengabdi didunia politik.
Prestasi Gatot Nurmantiyo sebagai prajurit
sangat cemerlang. Dalam karirnya militer, Gatot mampu menduduki posisi jabatan
penting di TNI. Lulus akademi militer tahun 1982, Gatot pernah menjadi Pangdam
Brawijaya, Dankodiklat TNI AD, Pangkostrad, Gubernur Akmil, Kepala Staf TNI AD
sampai akhirnya menajdi Panglima TNI tahun 2015 menggantikan Jendreal (purn)
Muldoko yang menasuki masa pensiun. Dunia militer membentuk jiwa nasionalisme
dan patriotisme yang tidak diragukan lagi. Prestasi yang diraih Gatot
menjadikan namanya semakin Populer di masyarakat Indonesia. Pada saat gerakan Aksi
Bela Islam menuntut penegakan kasus penistaan Agama yang menyeret Basuki
Tjahaja Purnama (Gubernur Jakarta saat itu), kehadiran Gatot dan mampu mengambil
simpatik aktifis GNPF-MUI. Gatot turut bergabung dalam aksi untuk mendukung
toleransi beragama bersama pemerintah dan para aktifis sosial. Namun demikian,
Gatot pernyataan sering dianggap kontroversial dan berbau politik.
Gatot dikenal dekat dengan berbagai kalangan
dari mulai lingkungan keprajuritan, akademisi, agamawan, sampai terstigma dekat
dengan rakyat. Seringkali kali Gatot diundang menyampaikan kuliah umum di
berbagai Universitas, ormas Islam, acara keagamaan. Menyikapi persoalan
kebangsaan, pernyataan Gatot kerap ditunggu masyarakat terutama mengenai urusan
pertahanan bangsa Indonesia. Semenjak menjabat sebagai Panglima TNI, Gatot
seakan menjadi media darling yang selalu menarik untuk di liput. Nama Gatot
terus muncul di media cetak maupun elektonik.
Seiring dengan naiknya popularitas Gatot,
muncul godaan-godaan untuk terjun kedunia politik. Godaan semakin kecang
seteleh posisi Gatot sebagai Panglima TNI digantikan oleh Marsekal Hadi. Prinsip
Gatot untuk tidak terjun kedalam politik praktis sampai masa purnabaktinya
terus dipegang. Meskipun nama Gatot
terus berada di posisi lima besar elektabilitas tertinggi untuk memimpin negri
ini. Rilis lembaga survey Median, elektabilitas Gatot masih diangka 5,5 persen
masih kalah jauh dibawah Joko Widodo dan Prabowo (sumber Republika). LSI Denny
JA memprediksi lima kandidat calon presiden potensial diantaranya Joko Widodo
dengan elektabilitas tertinggi, keempat lainnya adalah Prabowo Subianto (ketua
umum Partai Gerindra), Agus Harimurti Yudhoyono (Kogasma Demokrat), Anies
Baswedan (Gubernur DKI) Jakarta, dan Gatot Nurmantyo. Survey Indo Barometer posisi
teratas masih diisi oleh Joko Widodo dan Prabowo Subianto, selanjutnya Anies
Baswedan dengan elektabilitas 12,1 persen dan Gatot Nurmanyo memiliki
elektabilitas 7,8 persen dan AHY memiliki diangka 5,3 persen (Sumber Kompas). Lembaga
Poltraking merilis lima nama terbesar diantaranya Joko Widodo 55,9 persen,
Prabowo 29,9 persen, Anies mencapai 2,8 persen, Gatot 2,3 persen, dan AHY 2,1
persen (sumber Tribunnews.com). Dari berbagai hasil survey tersebut, nama Gatot
Nurmantyo patut diperhitungkan sebagai calon potenaial. Akan tetapi, Gatot
belum memiliki kendaraan politik untuk berlaga di pilpres. Nama Gatot juga
sempat diwacana kan oleh PPP untuk maju di Pilgub Jawa Tengah, tapi ditolak
dengan alasan utama status prajurit masih melekat.
Beberapa partai politik membuka tawaran kepada
Gatot untuk bergabung. Tawaran datang diantaranta dari Gerindra, Gatot sempat
membenarkan ada ajakan dari ketua umum Gerindra, Prabowo Subianto utuk
bergabung, jawaban Gatot saat itu “Saya
Bilang pak, sebelum bicara masalah itu,karena bapak sama dengan saya. Apabila
saaya jadi bapak, dan Bapak jadi saya, sebagai seorang negarawan dan patriot,
pasti jawabannya sama dengan jawaban saya”(sumber merdeka.com). Pesan yang
disampaikan mengandung makna selama tercatat sebagai prajurit Gatot tidak
terjun kedalam politik praktis.
Peluang bergabung dengan Gerindra cukup besar
dengan di dorong beberapa faktor. Pertama, Gatot dan Prabowo sama-sama pernah
menjadi prajurit, ikatan senior dan junior menjadi katalis perekat hubungan
keduanya. Beberapa senior Gatot di TNI telah mendahului begabung dengan
Gerindra seperti Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, Mayjen TNI (Purn) Dr.
Haryadi Darmawan, Laksda TNI (Purn) Moeklas Sidik, Mayjen TNI (Purn) Yudi Magio
Yusuf, Mayjen TNI (Purn) Chaerawan Nusyirwan, Kolonel (Purn) Iswandi Anas,
Kolonel (Purn) Sutandyo Sudarsono, termasuk Mayjen TNI (Purn) Sudrajat yang
merupakan calon Gubernur Jawa Barat dan masih banyak purnawirawan lainnya. Gerindra
juga membentuk PPIR (Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya) sebagai sayap partai
Gerindra yang menghimpun para purnawirawan TNI. Lingkungan yang terbangun memudahkan
Gatot beradaptasi dengan Gerindra. Kedua, platform partai Gerindra yang
tertuang dalam visi partai yaitu menjadi partai politik yang mambawa
nilai-nilai nasionallisme dan religiusitas untuk menciptakan kesejahteraan. Gagasan
ekonomi kerakyatan yang di bawa Partai Gerindra sebagai solusi terhadap
penyelesaian masalah ekonomi bangsa sesuai dengan UUD 1945 pasal 33. Ketiga, upaya
mempertahankan kedaulatan NKRI, pembangunan nasional, tatanan sosial, supremasi
hukum, dan konstitusional oriented (berdasar pada UUD 1945 dan Pancasil). Keempat,
partai Gerindra sebagai partai diluar pemerintahan, kerap mengeluarkan keritik
tajam terhada pemerintah terutama dalam hal keberpihakan kepada rakyat dan
berbagai kelompok masyarakat. Terbagun stigma Partai Gerindra sebagai partai
nasionalis dan religius, dekat dengan pemuka agama, ulama dan beberapa kelompok
Islam yang merasa terdiskreditkan pemerintahan Jokowi. Begitu pula dengan Gatot
yang memiliki kedekatan dengan ulama, pernyataannya terkait ulama sebagai mitra
membangun bangsa. Kelima, Gatot akan lebih mudah melanjutkan peran Prabowo
selama ini menjadi medan magnet partai Gerindra dalam menarik simpatik rakyat.
Bukan berarti tidak mungkin Gatot diusung oleh
Gerindra sebagai calon Presiden, semua tergantung dari komunikasi politik yang
dilakukan Gatot. Jiwa negarawan Prabowo terbukti dalam berbagai langkah
politiknya. Di Jakarta Gerindra bersama PKS mendukung Anies Baswedan sebagai
Cagub, pedahal Anis merupakan lawan politik Prabowo di 2014. Dan termasuk di
Jawa Tengah, dan beberapa daerah lainnya. Prabowo dikenal sukses menjadi king
maker kemenangan dalam pentas pilkada. Hal ini menjadi signal kesempatan
Gatot untuk bisa di usung Gerindra sebagai calon presiden, terlebih rekam jejak
Gatot yang masih bersih akan memberi kesulitan bagi lawan politiknya dalam
memberikan manuver serangan. Namun demikian, peluang Gatot Nurmantyo diusung
sebagai calon Presiden 2019 dari partai gerindra cukup kecil. 34 DPD Gerindra
telah lebih dulu mendeklarasikan dukungannya terhadap Prabowo sebagai calon Presiden.
Semua elemen partai Gerindra giat mengkampanyeukan Prabowo sebagai capresnya. Pernyataan
Gerindra melalui Habiburakhman memberikan saran agar Jenderal Gatot nyalpon
presiden 2024 dan masuk parpol terlebih dahulu. Muncul wacana Gatot sebagai
calon wakil presiden dari Prabowo, dinilai lebih realistis. Tapi peluang
memenangkan pilpres 2019 masih sulit jika melihat data hasil survey yang selalu
menempatkan Joko Widodo sebagai kadidat terkuat.
Baru-baru ini muncul pernyataan dari Surya
Paloh ketua umum Partai NasDem terhadap Gatot untuk bergabung. Surya Paloh
menyebutkan Partai NasDem terbuka terhadap siapa saja orang Indonesia yang baik
untuk bergabung termasuk Gatot Nurmantyo. Namun demikian belum ada ajakan resmi
dari NasDem untuk Gatot. Jika Gatot bergabung dengan NasDem akan terbuka
kemungkinan Gatot mendampingi Jokowi sebagai calon wakil presiden. NasDem
merupakan partai yang paling konsisten mendukung pemerintahan Jokowi baik di
media maupun di parlemen. Dukungan yang sangat loyal terhadap Jokowi pantas
diberikan konpensasi jatah Menteri yang cukup banyak. Loyalitas NasDem terhadap
Jokowi yang cukup tinggi memberi kesempatan untuk menyodorkan nama calon wakil
presiden. Gatot Nurmantyo disebut cocok mendampingi Jokowi terlebih akan mendapat
dukungan maksimal jika Gatot bergabung dengan Nasdem.
Selain itu, Lukman Edy ketua DPP PKB sempat
memberikan saran agar Demokrat mengusung Gatot Nurmantyo sebagai capres 2019. Lukman
Edy menilai potensi Demokrat mengusung Gatot sangat besar, pasalnya Gatot
merupakan mantan ajudan SBY, komunikasi Gatot juga cukup baik. Akan tetapi Demokrat
selama ini mengkampanyeukan putra sulung ketua umumnya sebagai pemimpin masa
depan. Jika pengurus Partai Demokrat mampu menampilkan sikap demokratis, maka
akan terbentuk koalisi poros ketiga yang patut diperhitungkan. Posisi Gatot bisa
jadi mengisi calon presiden di dampingi TGB Zainul Majdi, AHY, atau nama lain
sesuai kesepakatan partai koalisi. Namun sampai sejauh ini belum terlihat
tanda-tanda Demokrat ke arah sana, sehingga peluangnya pun cukup kecil.
Kesempatan lain untuk Gatot adalah mendampingi
Jokowi terlepas dari apapun partainya. Jika Jokowi terpilih untuk periode
kedua, maka siapapun pendampingnya akan terbuka peluang untuk berlaga di
pilpres selanjutnya, 2024 setelah selesai Jokowi. Disinilah kesempatan Gatot
lebih terbuka jika trend positif terus terjaga, kepercayaan masyarakat terus
meningkat, dan Gatot mampu menunjukan prestasi-prestasi selanjutnya.
Pilihan politik untuk sang Jenderal yang telah
Purnawirawan terbuka lebar. Semua faktor harus betul-betul diperhatikan,
komunikasi politik, hitung-hitungan yang matang, trend positif yang harus terus
dijaga, popularitas yang berefek pada elektabilitas. Kendaraan politik sangant
mempengaruhi karir sang Jenderal sebagai tempat perjuangan selanjutnya. Partai
politik yang memiliki iklim demikratis sangat cocok untuk sang Jenderal. Partai
politik dinasti dan fans club cenderung lebih sulit mendapat kesempatan.
Partai Dinasti tentunya sudah memiliki putra mahkota untuk melajutkan trah
politik sehingga tantangan besar sang putra mahkota sulit dihadapi, sementara
partai fans club harus mampu menarik simpatik tinggi dari internal
partai, simpatisan, dan masyarakat lebih luas untuk mengindari adanya matahari
kembar di partai. Waktu menuju pilpres sudah sangat mepet, pilihan Gatot hanya
ada dua tahun ini manggung di pentas Pilpres dan harus segera menemukan
kendaraan yang representatif. Jika tidak menggung tahun 2019, maka tahun 2024 adalah
pilihan paling realistis tetapi tidak boleh kehilangan momentum.
Oleh Ceceng Kholilulloh
Wasekjend PP Hima Persis
Pegiat Lemkapolsek (Lembaga Kajian Politik, Sosial, dan
Ekonomi)