Sabtu, 31 Maret 2018

Kemana Jenderal Gatot Akan Berlabu?





“Pada akhirnya sejalan dengan jiwa keprajuritan yang akan terus melekat erat apa bila republik ini memanggil dan rakyat menghendaki tentunya dengan semangat patriotisme saya akan selalu siap saya akan selalu siap memberikan yang terbaik untuk NKRI yang sangat saya cintai. Memberikan bakti sepenuh hati dengan semangat tak kenal menyerah hingga tiba saatnya nanti panggilan ilahi” (dalam akun Istagram @nurmantyo_gatot)

Pesan diatas disampaikan tepat dihari sang Jendral Gatot Nurmantyo dinyatakan purna baktinya sebagai prajurit TNI melaui akun istagram. Diakhir pesan ditambahkan tiga tanda pagar #gatotnurmantyo #satukanhatiuntukindonesia #jagaindonesia. Seakan memberikan sebuah pesan, bahwa perjuangan Sang Jenderal untuk NKRI belum selesai. Dengan dinyatakan purnawirawan, memberikan keluasan bagi sang Jenderal untuk memilih jalan hidup dunia pengabdian diluar karir keprajuritan. Jenderal (purn) Gatot terhitung April 2018 menjadi masyarakat sipil biasa, memungkinkan untuk mengabdi didunia politik.
Prestasi Gatot Nurmantiyo sebagai prajurit sangat cemerlang. Dalam karirnya militer, Gatot mampu menduduki posisi jabatan penting di TNI. Lulus akademi militer tahun 1982, Gatot pernah menjadi Pangdam Brawijaya, Dankodiklat TNI AD, Pangkostrad, Gubernur Akmil, Kepala Staf TNI AD sampai akhirnya menajdi Panglima TNI tahun 2015 menggantikan Jendreal (purn) Muldoko yang menasuki masa pensiun. Dunia militer membentuk jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tidak diragukan lagi. Prestasi yang diraih Gatot menjadikan namanya semakin Populer di masyarakat Indonesia. Pada saat gerakan Aksi Bela Islam menuntut penegakan kasus penistaan Agama yang menyeret Basuki Tjahaja Purnama (Gubernur Jakarta saat itu), kehadiran Gatot dan mampu mengambil simpatik aktifis GNPF-MUI. Gatot turut bergabung dalam aksi untuk mendukung toleransi beragama bersama pemerintah dan para aktifis sosial. Namun demikian, Gatot pernyataan sering dianggap kontroversial dan berbau politik.
Gatot dikenal dekat dengan berbagai kalangan dari mulai lingkungan keprajuritan, akademisi, agamawan, sampai terstigma dekat dengan rakyat. Seringkali kali Gatot diundang menyampaikan kuliah umum di berbagai Universitas, ormas Islam, acara keagamaan. Menyikapi persoalan kebangsaan, pernyataan Gatot kerap ditunggu masyarakat terutama mengenai urusan pertahanan bangsa Indonesia. Semenjak menjabat sebagai Panglima TNI, Gatot seakan menjadi media darling yang selalu menarik untuk di liput. Nama Gatot terus muncul di media cetak maupun elektonik.
Seiring dengan naiknya popularitas Gatot, muncul godaan-godaan untuk terjun kedunia politik. Godaan semakin kecang seteleh posisi Gatot sebagai Panglima TNI digantikan oleh Marsekal Hadi. Prinsip Gatot untuk tidak terjun kedalam politik praktis sampai masa purnabaktinya terus dipegang.  Meskipun nama Gatot terus berada di posisi lima besar elektabilitas tertinggi untuk memimpin negri ini. Rilis lembaga survey Median, elektabilitas Gatot masih diangka 5,5 persen masih kalah jauh dibawah Joko Widodo dan Prabowo (sumber Republika). LSI Denny JA memprediksi lima kandidat calon presiden potensial diantaranya Joko Widodo dengan elektabilitas tertinggi, keempat lainnya adalah Prabowo Subianto (ketua umum Partai Gerindra), Agus Harimurti Yudhoyono (Kogasma Demokrat), Anies Baswedan (Gubernur DKI) Jakarta, dan Gatot Nurmantyo. Survey Indo Barometer posisi teratas masih diisi oleh Joko Widodo dan Prabowo Subianto, selanjutnya Anies Baswedan dengan elektabilitas 12,1 persen dan Gatot Nurmanyo memiliki elektabilitas 7,8 persen dan AHY memiliki diangka 5,3 persen (Sumber Kompas). Lembaga Poltraking merilis lima nama terbesar diantaranya Joko Widodo 55,9 persen, Prabowo 29,9 persen, Anies mencapai 2,8 persen, Gatot 2,3 persen, dan AHY 2,1 persen (sumber Tribunnews.com). Dari berbagai hasil survey tersebut, nama Gatot Nurmantyo patut diperhitungkan sebagai calon potenaial. Akan tetapi, Gatot belum memiliki kendaraan politik untuk berlaga di pilpres. Nama Gatot juga sempat diwacana kan oleh PPP untuk maju di Pilgub Jawa Tengah, tapi ditolak dengan alasan utama status prajurit masih melekat.
Beberapa partai politik membuka tawaran kepada Gatot untuk bergabung. Tawaran datang diantaranta dari Gerindra, Gatot sempat membenarkan ada ajakan dari ketua umum Gerindra, Prabowo Subianto utuk bergabung,  jawaban Gatot saat itu “Saya Bilang pak, sebelum bicara masalah itu,karena bapak sama dengan saya. Apabila saaya jadi bapak, dan Bapak jadi saya, sebagai seorang negarawan dan patriot, pasti jawabannya sama dengan jawaban saya”(sumber merdeka.com). Pesan yang disampaikan mengandung makna selama tercatat sebagai prajurit Gatot tidak terjun kedalam politik praktis.
Peluang bergabung dengan Gerindra cukup besar dengan di dorong beberapa faktor. Pertama, Gatot dan Prabowo sama-sama pernah menjadi prajurit, ikatan senior dan junior menjadi katalis perekat hubungan keduanya. Beberapa senior Gatot di TNI telah mendahului begabung dengan Gerindra seperti Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, Mayjen TNI (Purn) Dr. Haryadi Darmawan, Laksda TNI (Purn) Moeklas Sidik, Mayjen TNI (Purn) Yudi Magio Yusuf, Mayjen TNI (Purn) Chaerawan Nusyirwan, Kolonel (Purn) Iswandi Anas, Kolonel (Purn) Sutandyo Sudarsono, termasuk Mayjen TNI (Purn) Sudrajat yang merupakan calon Gubernur Jawa Barat dan masih banyak purnawirawan lainnya. Gerindra juga membentuk PPIR (Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya) sebagai sayap partai Gerindra yang menghimpun para purnawirawan TNI. Lingkungan yang terbangun memudahkan Gatot beradaptasi dengan Gerindra. Kedua, platform partai Gerindra yang tertuang dalam visi partai yaitu menjadi partai politik yang mambawa nilai-nilai nasionallisme dan religiusitas untuk menciptakan kesejahteraan. Gagasan ekonomi kerakyatan yang di bawa Partai Gerindra sebagai solusi terhadap penyelesaian masalah ekonomi bangsa sesuai dengan UUD 1945 pasal 33. Ketiga, upaya mempertahankan kedaulatan NKRI, pembangunan nasional, tatanan sosial, supremasi hukum, dan konstitusional oriented (berdasar pada UUD 1945 dan Pancasil). Keempat, partai Gerindra sebagai partai diluar pemerintahan, kerap mengeluarkan keritik tajam terhada pemerintah terutama dalam hal keberpihakan kepada rakyat dan berbagai kelompok masyarakat. Terbagun stigma Partai Gerindra sebagai partai nasionalis dan religius, dekat dengan pemuka agama, ulama dan beberapa kelompok Islam yang merasa terdiskreditkan pemerintahan Jokowi. Begitu pula dengan Gatot yang memiliki kedekatan dengan ulama, pernyataannya terkait ulama sebagai mitra membangun bangsa. Kelima, Gatot akan lebih mudah melanjutkan peran Prabowo selama ini menjadi medan magnet partai Gerindra dalam menarik simpatik rakyat.
Bukan berarti tidak mungkin Gatot diusung oleh Gerindra sebagai calon Presiden, semua tergantung dari komunikasi politik yang dilakukan Gatot. Jiwa negarawan Prabowo terbukti dalam berbagai langkah politiknya. Di Jakarta Gerindra bersama PKS mendukung Anies Baswedan sebagai Cagub, pedahal Anis merupakan lawan politik Prabowo di 2014. Dan termasuk di Jawa Tengah, dan beberapa daerah lainnya. Prabowo dikenal sukses menjadi king maker kemenangan dalam pentas pilkada. Hal ini menjadi signal kesempatan Gatot untuk bisa di usung Gerindra sebagai calon presiden, terlebih rekam jejak Gatot yang masih bersih akan memberi kesulitan bagi lawan politiknya dalam memberikan manuver serangan. Namun demikian, peluang Gatot Nurmantyo diusung sebagai calon Presiden 2019 dari partai gerindra cukup kecil. 34 DPD Gerindra telah lebih dulu mendeklarasikan dukungannya terhadap Prabowo sebagai calon Presiden. Semua elemen partai Gerindra giat mengkampanyeukan Prabowo sebagai capresnya. Pernyataan Gerindra melalui Habiburakhman memberikan saran agar Jenderal Gatot nyalpon presiden 2024 dan masuk parpol terlebih dahulu. Muncul wacana Gatot sebagai calon wakil presiden dari Prabowo, dinilai lebih realistis. Tapi peluang memenangkan pilpres 2019 masih sulit jika melihat data hasil survey yang selalu menempatkan Joko Widodo sebagai kadidat terkuat.
Baru-baru ini muncul pernyataan dari Surya Paloh ketua umum Partai NasDem terhadap Gatot untuk bergabung. Surya Paloh menyebutkan Partai NasDem terbuka terhadap siapa saja orang Indonesia yang baik untuk bergabung termasuk Gatot Nurmantyo. Namun demikian belum ada ajakan resmi dari NasDem untuk Gatot. Jika Gatot bergabung dengan NasDem akan terbuka kemungkinan Gatot mendampingi Jokowi sebagai calon wakil presiden. NasDem merupakan partai yang paling konsisten mendukung pemerintahan Jokowi baik di media maupun di parlemen. Dukungan yang sangat loyal terhadap Jokowi pantas diberikan konpensasi jatah Menteri yang cukup banyak. Loyalitas NasDem terhadap Jokowi yang cukup tinggi memberi kesempatan untuk menyodorkan nama calon wakil presiden. Gatot Nurmantyo disebut cocok mendampingi Jokowi terlebih akan mendapat dukungan maksimal jika Gatot bergabung dengan Nasdem.
Selain itu, Lukman Edy ketua DPP PKB sempat memberikan saran agar Demokrat mengusung Gatot Nurmantyo sebagai capres 2019. Lukman Edy menilai potensi Demokrat mengusung Gatot sangat besar, pasalnya Gatot merupakan mantan ajudan SBY, komunikasi Gatot juga cukup baik. Akan tetapi Demokrat selama ini mengkampanyeukan putra sulung ketua umumnya sebagai pemimpin masa depan. Jika pengurus Partai Demokrat mampu menampilkan sikap demokratis, maka akan terbentuk koalisi poros ketiga yang patut diperhitungkan. Posisi Gatot bisa jadi mengisi calon presiden di dampingi TGB Zainul Majdi, AHY, atau nama lain sesuai kesepakatan partai koalisi. Namun sampai sejauh ini belum terlihat tanda-tanda Demokrat ke arah sana, sehingga peluangnya pun cukup kecil.
Kesempatan lain untuk Gatot adalah mendampingi Jokowi terlepas dari apapun partainya. Jika Jokowi terpilih untuk periode kedua, maka siapapun pendampingnya akan terbuka peluang untuk berlaga di pilpres selanjutnya, 2024 setelah selesai Jokowi. Disinilah kesempatan Gatot lebih terbuka jika trend positif terus terjaga, kepercayaan masyarakat terus meningkat, dan Gatot mampu menunjukan prestasi-prestasi selanjutnya.
Pilihan politik untuk sang Jenderal yang telah Purnawirawan terbuka lebar. Semua faktor harus betul-betul diperhatikan, komunikasi politik, hitung-hitungan yang matang, trend positif yang harus terus dijaga, popularitas yang berefek pada elektabilitas. Kendaraan politik sangant mempengaruhi karir sang Jenderal sebagai tempat perjuangan selanjutnya. Partai politik yang memiliki iklim demikratis sangat cocok untuk sang Jenderal. Partai politik dinasti dan fans club cenderung lebih sulit mendapat kesempatan. Partai Dinasti tentunya sudah memiliki putra mahkota untuk melajutkan trah politik sehingga tantangan besar sang putra mahkota sulit dihadapi, sementara partai fans club harus mampu menarik simpatik tinggi dari internal partai, simpatisan, dan masyarakat lebih luas untuk mengindari adanya matahari kembar di partai. Waktu menuju pilpres sudah sangat mepet, pilihan Gatot hanya ada dua tahun ini manggung di pentas Pilpres dan harus segera menemukan kendaraan yang representatif. Jika tidak menggung tahun 2019, maka tahun 2024 adalah pilihan paling realistis tetapi tidak boleh kehilangan momentum.

Oleh Ceceng Kholilulloh
Wasekjend PP Hima Persis
Pegiat Lemkapolsek (Lembaga Kajian Politik, Sosial, dan Ekonomi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar